JAKARTA, sekitarjatim.com — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan tidak ada dana milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat yang mengendap di perbankan, termasuk dalam bentuk deposito sebagaimana diberitakan sebelumnya. Hal itu disampaikan Dedi usai melakukan kunjungan ke Bank Indonesia (BI) di kawasan Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
“Adapun data yang dari BI itu adalah data pelaporan keuangan per 30 September,” ujar Dedi Mulyadi kepada wartawan setelah pertemuan tersebut.
Dedi menjelaskan, laporan keuangan Pemprov Jabar disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara harian melalui Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Sementara BI hanya menerima laporan keuangan daerah dari pihak bank secara bulanan, sehingga data yang beredar kerap tidak mencerminkan kondisi terkini.
“BI tidak punya data harian, sedangkan Kemendagri dengan Pemprov punya data harian di SIPD. BI itu hanya mengambil data dari bank, lalu dicatat dan dilaporkan setiap akhir bulan. Itu persoalannya,” jelasnya.
Mantan Bupati Purwakarta itu menepis anggapan bahwa Pemprov Jabar sengaja menyimpan dana dalam bentuk deposito untuk mendapatkan bunga. Ia menegaskan uang yang berada di bank merupakan kas daerah yang dipakai untuk membiayai program dan kegiatan pemerintah setiap harinya.
“Kalau muncul persepsi publik bahwa ada dana pemerintah yang sengaja disimpan dalam bentuk deposito untuk diambil bunganya, itu sangat bertentangan. Karena uang itu adalah kas daerah yang digunakan untuk pembayaran setiap hari,” tegas Dedi.
Ia membenarkan ada dana kas Pemprov Jabar yang tersimpan di bank, namun nilainya hanya sekitar Rp 2,4 triliun, bukan Rp 4,17 triliun seperti disebutkan dalam laporan BI.
“Update-nya tidak ada dana Pemprov Jabar dalam bentuk deposito, baik di BJB maupun bank lain. Hari ini hanya Rp 2,4 triliun, itu pun di giro untuk pembayaran kegiatan pemerintah,” ujarnya.
Dedi menambahkan dana tersebut terus berputar untuk membayar berbagai kebutuhan pemerintah, mulai dari proyek infrastruktur hingga gaji tenaga kebersihan dan keamanan.
“Kontraktor jalan, irigasi, sekolah, rumah sakit, listrik, sampai tenaga satpam dan kebersihan, semuanya harus dibayar. Jadi uang itu keluar lagi untuk belanja, bukan mengendap,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa penyimpanan dana di bank merupakan prosedur keuangan yang wajar karena pemerintah tidak bisa menyimpan kas fisik di kantor.
“Itu bukan uang mengendap. Itu kas pemerintah yang memang harus disimpan di bank, bukan di brankas,” kata Dedi.
Sebagai langkah perbaikan, Dedi mengusulkan agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kemendagri menggunakan sistem pelaporan keuangan yang terintegrasi, sehingga data keuangan daerah bisa diakses secara real time oleh pemerintah pusat.
“Data di Kementerian Keuangan dan Kemendagri harusnya saling terkoneksi. Jadi pelaporannya dari provinsi ke Kemendagri, lalu dari Kemendagri terhubung ke Dirjen Perimbangan Keuangan di Kemenkeu. Dengan begitu, pembacaan datanya bisa dilakukan harian,” tandasnya.






