Teras EsJe – Umat Islam akan mulai mengumandangkan takbir Idul Adha mulai Kamis, 5 Juni 2025, bertepatan dengan 9 Dzulhijjah 1446 H atau Hari Arafah. Takbiran akan berlangsung hingga Senin, 9 Juni 2025, yang bertepatan dengan 13 Dzulhijjah atau hari terakhir tasyrik.
Takbiran merupakan amalan yang sangat dianjurkan pada momen Idul Adha. Ustaz Ahmad Mundzir menjelaskan, waktu pelaksanaan takbir dimulai sejak selepas salat Subuh pada Hari Arafah hingga waktu Ashar di hari tasyrik terakhir.
“Takbir dibaca setelah salat Subuh 9 Dzulhijjah hingga bakda Ashar 13 Dzulhijjah,” ujar Ustaz Mundzir dalam artikelnya yang dikutip dari NU Online, Kamis (5/6/2025).
Dalam tradisi fikih Islam, takbir Idul Adha terbagi menjadi dua jenis: takbir mursal dan takbir muqayyad. Takbir mursal dibaca kapan saja tanpa batasan waktu, dimulai sejak malam Id hingga sebelum dimulainya salat Id. Sementara itu, takbir muqayyad dibaca secara khusus setelah salat fardu selama lima hari, dari Subuh Hari Arafah hingga Ashar hari tasyrik terakhir.
Penjelasan tersebut juga sejalan dengan pandangan Syekh Abu Abdillah Muhammad ibn Qasim as-Syafi’i dalam kitab Fathul Qarib al-Mujib, yang menyatakan bahwa takbir pada hari-hari besar Islam memiliki waktu dan bentuk pelafalan yang berbeda sesuai konteksnya.
Takbir pada Idul Adha juga memiliki beragam redaksi bacaan. Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa takbir bisa dibaca dengan tiga pengulangan kalimat “Allahu Akbar”, dan boleh juga menggunakan versi yang lebih panjang yang umum dilantunkan masyarakat, seperti:
Allāhu akbar, Allāhu akbar, Allāhu akbar. Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar. Allāhu akbar wa lillāhil hamdu.
Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan segala puji hanya bagi Allah.”
Selain itu, terdapat versi bacaan yang lebih panjang, yang juga mengandung zikir, seperti yang diriwayatkan dalam hadis Imam Muslim, antara lain:
Allāhu akbar kabīrā, walhamdu lillāhi katsīrā, wa subhānallāhi bukratan wa ashīlā, lā ilāha illallāhu wa lā na‘budu illā iyyāhu mukhlishīna lahud dīna wa law karihal kāfirūn, lā ilāha illallāhu wahdah, shadaqa wa‘dah, wa nashara ‘abdah, wa hazamal ahzāba wahdah, lā ilāha illallāhu wallāhu akbar.
Artinya, “Allah maha besar. Segala puji yang banyak bagi Allah. Maha suci Allah pagi dan sore. Tiada tuhan selain Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya, memurnikan bagi-Nya sebuah agama meski orang kafir tidak menyukainya. Tiada tuhan selain Allah yang esa, yang menepati janji-Nya, membela hamba-Nya, dan sendiri memorak-porandakan pasukan musuh. Tiada tuhan selain Allah. Allah maha besar.”
Lafal ini menekankan semangat penyucian, pujian, dan penegasan tauhid yang dikumandangkan umat Muslim sepanjang malam takbiran hingga akhir hari-hari tasyrik.
Dengan momentum Idul Adha yang semakin dekat, umat Islam diimbau untuk menghidupkan suasana malam takbiran dengan penuh kekhusyukan, baik di masjid maupun di rumah, sebagai bentuk syiar dan ungkapan syukur atas nikmat dan pengorbanan dalam rangkaian ibadah haji dan kurban.(*)