Refleksifitas Jiwa Kepemimpinan dalam Menyambut Bulan Suci Ramadhan

  • Bagikan
Refleksifitas Jiwa Kepemimpinan dalam Menyambut Bulan Suci Ramadhan
Foto: Iustrasi (Pinterest/@jotform)

SekitarJatim.com – Begitu cepat waktu berputar sebentar lagi sudah berada di ujung bulan suci Ramadhan. Bulan yang senantiasa di sambut dengan rasa riang gembira yang di awal bulan puasa penuh dengan rahmat, di pertengahan penuh dengan ampunan, dan di akhir dikaruniai kado pembebasan dari api neraka.

“Marhaban ya Ramadhan” saat ini, ucapan tersebut sudah mulai ramai di berbagai media masa bahkan sudah banyak baliho, spanduk, dan poster yang terbeber di tepian jalan.

Puasa tahun ini, sengat istimewa karena sebentar lagi akan berhadapan dengan pesta demokrasi terbesar yang akan di gelar pada tahun 2024 mendatang dan semoga ke depannya tidak menyisakan sebuah dinamika. Besar harapan seluruh rakyat Indonesia, memasuki bulan Ramadhan agar semua pihak tidak melakukan pelanggaran baik yang di larang oleh norma hukum dan norma agama.

Sebagai umat beragama senantiasa harus membuang jauh-jauh aroma kebencian, kecurigaan dan pelecehan terhadap sesama, apalagi suasana mendekati pesta demokrasi maka sifat-sifat buruk harus dihilangkan.

Bulan Suci Ramadhan merupakan kesempatan emas umat Islam, karena puasa merupakan salah sarana proses belajar yang berkesinambungan baik dalam ranah pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan berpuasa, seorang pemimpin dapat berlatih mengasah kemampuan untuk mengendalikan diri dalam menghadapi dinamika kehidupan yang konkrit.

Puasa dapat melatih seseorang berlaku zuhud. Zuhud sebagaimana disampaikan Jalaludin Rumi bahwa mempunyai kapasitas untuk menyapih dalam arti lain memiliki dunia tapi tidak melakat pada hati. Jika menjadi penguasa, maka jangan sampai terpenjara oleh kekuasaanya. Sebagaimana adagium yang berbunyi “Kekuasaan cenderung disalahgunakan dan kekuasaan mutlak pasti depersalahgunakan.”

BACA JUGA:  Pendidikan di Indonesia, Sudahkah Mendidik?

Hal ini, tidak patut dilakukan oleh seorang yang pemimpin berpribadi zuhud, sebab sejatinya kekuasaan harus di peruntukkan untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat. Zuhud juga dapat melatih kesabaran dalam menjalankan perintan dan menjauhi perintah Allah Swt sebagaimana orang yang bertakwa.

Dalam dinamika perkembangan sosial dan politik hari ini, seorang pemimpin diharapkan agar tetap istiqomah di jalan Tuhan, bukan malah terjerumus ke dalam lubang yang berkutat pada pragmatisme politik yang nilai-nilainya bertentangan engan perintah Tuhan. Kesungguhan dan kejujuran merupakan dua ciri khas pemimpin zuhud dalam keadaan dan kondisi apaun.

Sebab, apapila kekuasaan diperoleh melalui jalan dusta pasti jauh dari keberkahan. Puasa dapat dijadikan sebagai momen untuk hijrah bagi seorang pemimpin, karena sejatinya pemimpin yang transendental harus memiliki pandangan yang progresif kedepan, memiliki visi dan misi yang jelas yang hendak dilakukan untuk kemajuan bangsa yang akan datang.

Seorang pemimpin harus punya pandangan yang luas kedepan dan memiliki imajinasi yang tajam. Sebagaimana disebutkan oleh George Bernard Shaw “Imajinasi merupakan awal dari penciptaan, dengan membayangkan apa yang akan diciptakan, dan akan mendapatkan apa yang akan dibayangkan, dan pada akhirnya menciptakan apa yang di inginkan.” Maka berimajinasi itu sangat penting untuk bagaimana diaktualisasikan dalam kehendak kehidupan yang nyata.

BACA JUGA:  Sebab Engkau adalah Kisah

Kajian Ilmiah menunjukan jika dengan berpuasa pasti merasakan lapar dan dengan perut yang lapar dapat menguatkan pikiran dalam berpikir reflektif-futuristik. Selain itu, seorang pemimpin mampu mengkomunikasikan visi dan misinnya dengan baik dan dengan cara yang menarik mampu menginspirasi yang lain untuk mencapainya. Oleh karena itu, selama berpuasa seorang pemimpin jangan sampai saling mencela satu sama lain, karena kejernihan hati, pikiran, dan jiwa yang diasah lewat puasa akan meningkatkan kemampuan seorang pemimpin dalam melihat kebenaran yang tersembunyi.

Dalam keadaan yang krisis, tidak semua kebenaran itu kasat mata, apabila sudah di kemas sedemikian bagus dengan kepentingan-kepentingan sesat orang yang disekitarnya. Seyokyanya diperlukan kepekaan batin untuk memilah dan memilih mana yang sejati dan mana yang provokasi. Seorang pemimpin harus punya tekat dan keberanian yang kuat guna melawan ketakutannya. Sebab, ketakutan merupakan sebuah emosi yang begitu kuat, sehingga mengambil alih kekuatan kita untuk bertindak dan bernalar.

Pada akhirnya , memasuki bulan Ramadhan sangat diharapkan agar semua pihak dapat dengan sungguh-sungguh menjalankan perintah nabi sebagaimana dinarasikan dalam bentuk hadist yang artinya “Puasa itu bagaikan perisai, maka apabila seseorang berpuasa jangan berkata kotor dan jangan berkata kasar, jika seseorang mencacinya atau menyerangnya, maka hendaklah mengatakan, Aku ini Puasa.” (Sahih Bukhari)

Penulis: Ma'ruf Mubarok
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *