Ia yang Fakir dengan Ide-Ide

  • Bagikan
Patung Karl Marx dalam artikel opini ia yang fakir dengan ide-ide
Foto: Karl Marx statue (id.pinterest.com/Ata Silent)

SekitarJatim.com – Siapa sangka, pria Jerman kelahiran 5 Mei, 205 tahun yang lalu, merupakan seorang pemikir yang ide gagasannya yang paling dilarang, atau bahkan paling dihindari untuk dipelajari saat ini. Bagaimana tidak, jika ada seseorang nekat mendalami gagasannya yang unik itu, lalu menyebarkannya melalui lisan maupun tulisan, bersiap-siaplah terjerat pasal 188 ayat (1) KUHP.

Setidaknya, seseorang itu akan mendekam dalam balik jeruji dalam kurun waktu paling lama 4 tahun. Hal tersebut merupakan dampak dari sejarah panjang pergolakan bangsa ini dengan ideologi yang lahir dari seseorang intelektual ternama yang bernama Karl Marx itu. Ia (Karl Marx) bersama sahabatnya yang bernama Friedrich Engels, telah membuahkan karya monumental pada masanya, diantaranya ialah “Das Capital” dan “The Communist Manifesto”.

Walaupun sebagian besar orang-orang menganggap bahwa pemikirannya terlalu utopis, sangat mustahil untuk terwujud. Bagaimana tidak, ia (Karl Marx) menginginkan terwujudnya masyarakat tanpa kelas, yang bermaksud untuk menghilangkan strata sosial. Sebab, hanya dengan ketiadaan strata sosial-lah, maka tiada juga kesenjangan sosial. Tak hanya itu, Karl Marx beranggapan bahwa agama adalah sebuah candu, yang bermakna bahwa orang-orang terlalu bergantung pada Firman Ilahi, sebab banyak diantara orang-orang yang memanfaatkan agama sebagai alat penindasan terhadap sesama.

Hal ini berdasarkan ruang lingkup Karl Marx yang hidup pada masa dimana agama menjadi payung teduh masyarakat yang fanatik terhadap nilai-nilai agama, sehingga masyarakat sangat mudah diperdaya oleh tokoh agama, maupun penguasa yang menggunakan agama sebagai alat untuk meraih kepentingan pribadi. Lebih lanjut, dengan fanatisme yang buta, masyarakat tidak dapat membedakan baik dan buruknya suatu perkara duniawi oleh penguasa atau tokoh agama yang membungkus hal tersebut dengan dalih, bahwa sesuatu tersebut telah sesuai dengan nilai-nilai agama.

BACA JUGA:  Kereta

Pemahaman mengenai agama yang lebih dominan, justru malah digunakan untuk menggapai kesenangan pribadi, dengan metode yang lebih agamis, orang-orang akan lebih mudah ditipu, sebab jika masyarakat melakukan kritik, sama halnya ia dianggap mengkritisi Firman Tuhan. Pun ia akan dituduh sesat, pengkhianat, dan lebih parahnya dianggap sebagai musuh agama. Karl Marx juga berpandangan bahwa masyarakat yang telah terpengaruh oleh agama, merupakan tanda masyarakat kelas, yang bermaksud bahwa agama secara tidak langsung, telah memunculkan stratifikasi sosial dalam masyarakat.

Hal ini berdasar bahwa golongan yang lebih memahami sebuah agama, akan lebih dominan daripada golongan yang lainnya. Oleh sebab itu Karl Marx menulis bahwa “manusia yang membuat agama, bukan agama yang membuat manusia.” Hal tersebut tercantum dalam kritik Marx terhadap kritik agama Feuerbach, bahwa mengapa manusia tidak mewujudkan dirinya secara nyata? mengapa manusia bersembunyi dalam khayalan semu agama?

Hakikat agama menurut Marx adalah perwujudan hakikat manusia dalam khayalan, maka hal tersebut merupakan sebuah tanda bahwa manusia belum mampu mewujudkan hakikatnya sendiri. Bagi Marx, agama adalah tanda keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Sebab, Marx menganggap bahwa agama menjadi pelarian yang paling mudah dijangkau oleh orang-orang yang mengalami masa-masa sulit. Karena masyarakat yang mengalami penderitaan selama hidupnya, acapkali berharap keselamatan, atau kebahagiaan melalui dengan adanya surga.

BACA JUGA:  7 Surat dalam Dua Musim

Karl Marx menyatakan bahwa “agama adalah sekaligus ungkapan penderitaan yang sungguh-sungguh dan protes terhadap penderitaan yang sungguh-sungguh. Agama adalah keluhan makhluk yang tertekan, perasaan dunia tanpa hati, sebagaimana ia adalah suatu roh zaman yang tanpa roh, ia adalah candu rakyat.”

Maka inti dari kalimat Marx tersebut adalah, agama mempengaruhi manusia untuk merasa pasrah, atas sebuah kehendak atau (disebut sebagai khayalan oleh Marx), yang menyebabkan manusia mengalami keterasingan terhadap hakikatnya sendiri, maka, apabila manusia semakin menyandarkan nasibnya terhadap agama, maka manusia akan semakin asing terhadap dirinya sendiri. Manusia hanya bisa mewujudkan dirinya secara imajiner, oleh karena struktur masyarakat tidak merestui manusia untuk mewujudkan hakikat dirinya secara utuh, karena dunia mengasingkan manusia dari hakikatnya sendiri.

Oleh karena itu, menurut Karl Marx, percuma saja kritik terhadap agama, sebab tidak akan mengubah agama itu sendiri. Melainkan, kritik agama harus bertransformasi sebagai kritik masyarakat, maka demikian masyarakat-lah yang menjadi kajian utama suatu kritik, bukan agama yang harus dikritik, sebab bagi Karl Marx, agama merupakan urusan sekunder, urusan primernya adalah realitas sosial.

_____
*Achmad Nur Ivandi Zakariyah adalah Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penulis: Achmad Nur Ivandi Zakariyah
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *