SekitarJatim.com – Dalam beberapa dekade sebelumnya, kadang kala kita berpandangan bahwa pemikiran kiri hanya memberikan sumbangsih terhadap gejolak politik, sosial, dan ekonomi. Padahal, pemikiran kiri juga mempunyai sumbangsih terhadap dunia hukum. Hal ini dibuktikan dengan munculnya critical legal studies movement (CLS) pada tahun 1977 di Amerika Serikat, yang sebagian besar terpengaruh oleh ide gagasan oleh para pemikir kiri, seperti Roberto Mengabeira Unger, Antonio Gramsci, Emil Durkheim, dan seterusnya.
Eksistensi critical legal studies movement (CLS)
Kehadiran CLS, ditandai oleh karena ketidakpuasan terhadap penyelenggaraan hukum di Amerika Serikat, yang menganut pemikiran hukum liberal. Hal ini yang menyebabkan kehadiran CLS sebagai aliran pemikiran hukum yang menjadi penyeimbang “ke-bakoh-an” eksistensi hukum normatif di Amerika Serikat.
Eksistensi gerakan intelektual tersebut, atau bisa kita katakan sebagai suatu aliran pemikiran hukum, ia bertujuan untuk menolak tradisi pemikiran hukum barat, yang seakan-akan berlaku universal, sehingga menyebabkan krisis hukum. CLS menggunakan metode empiris dalam mengkaji hukum.
Oleh karena itu, maka tak mengherankan jika Critical Legal Studies Movement memakai perspektif kiri dalam membantah teori, dan doktrin tentang netralitas hukum. Maka pendekatan yang dilakukan oleh CLS ialah mengenai pembacaan konstruksi sosial masyarakat secara langsung.
Lebih lanjut, critical legal studies movement (CLS) beranggapan bahwa hukum dan politik apabila dipisah, adalah sebuah mitos, atau sebuah kemustahilan. Hal ini disebabkan bahwa para ahli hukum telah terkontaminasi oleh beberapa faktor eksternal, seperti sosial, ekonomi, politik, dan psikologi. Sehingga paradigma hukum yang mereka punyai, mustahil untuk bersifat netral.
Misalnya, seorang hakim akan memutuskan suatu perkara berdasarkan dengan paradigma hukum yang ia miliki, maka suatu putusan perkara, tidak mungkin bersifat netral, ia (putusan perkara) akan dipengaruhi oleh sikap politis hakim tersebut. Akan tetapi, CLS berpandangan bahwa konteks sosial dan politik-lah yang telah mempengaruhi rasionalitas hukum. Sebab, menurut critical legal studies movement (CLS), rasionalitas hukum adalah sebuah bentuk manipulasi.
Tujuan critical legal studies movement (CLS)
Oleh karena itu, CLS bergerak dalam mengkritisi perundang-undangan, agar undang-undang yang hadir sebagai produk hukum itu, tidak merupakan sebagai bagian dari agenda elit politik. Sebab, perumusan undang-undang seringkali, atau sebagian besar merupakan permasalahan hukum yang dihadapi oleh kelas atas.
Maka, memang benar saja produk hukum tersebut telah memenuhi prinsip hukum, yakni kepastian hukum. Akan tetapi, tidak menyentuh prinsip hukum lainnya, seperti keadilan dan kemanfaatan.
CLS mencoba untuk mempengaruhi realitas sosial yang ada. Mendobrak doktrin hukum yang dianut saat ini, yang tidak mempresentasikan perasaan rakyat (marginal), atau telah didominasi oleh kepentingan kelas. Sebab CLS berpandangan bahwa sebuah teori, seharusnya berangkat dari momen eksperimental sosial dalam ruang lingkup masyarakat.
Aliran pemikiran CLS merupakan antitesis dari pemikiran hukum liberal disebabkan oleh CLS berpendapat bahwa pemikiran hukum liberal telah merubah tatanan masyarakat menjadi liberal, sebab sebuah pemikiran hukum akan mempengaruhi perubahan hukum, sehingga masyarakat yang bisa dikatakan sebagai masyarakat liberal itu, akan berbentuk dalam dominasi dan struktur hierarki.
Maka, kelas masyarakat atas, akan membentuk dirinya dengan nilai-nilai yang hanya berlaku bagi kelas masyarakat yang lebih rendah, untuk memenuhi kepentingan kelasnya. Sehingga menimbulkan kesenjangan antar kelas masyarakat.
Lebih lanjut lagi, menurut Antonio Gramsci, dominasi kelas atas, atau kelas penguasa menanam kekuasaannya bukan melalui kekuatan khusus, melainkan melalui kekuatan moralitas sosial yang memaksa masyarakat untuk menerima hal itu, sebagai sesuatu yang dianggap sebuah keuntungan.
Sehingga, masyarakat tidak menyadari bahwasanya apa yang ia anggap sebagai tradisi, dibalik hal itu merupakan bentuk propaganda kelas atas dalam melakukan hegemoni terhadap struktur masyarakat.
Maka dari itu, aliran pemikiran hukum CLS, dapat menjadi upaya progresif dalam menghadapi permasalahan hukum di Indonesia saat ini, karena CLS memandang gejala sosial dan hukum sebagai daya dalam mengubah struktur masyarakat yang hierarkis.
Namun, hal ini akan terjadi, apabila para akademisi hukum, melakukan kajian yang mendalam terhadap aliran pemikiran hukum CLS, sebagai satu pijakan yang lain daripada pengkajian hukum normatif yang lebih mendapat tempat, atau minat dalam pembelajaran di fakultas-fakultas hukum.
Hal ini juga sebagai bentuk dalam melakukan perbaikan akan penegakan hukum di Indonesia saat ini. Di mana seperti yang kita ketahui, telah mengalami semacam degradasi moral dalam penegakan hukum, sehingga masyarakat merasa suatu keresahan, dan tentu saja hal ini tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
- Prof. Dr. Sajtipto Rahardjo, S.H, Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Buku
- Muchamad Ali Safa’at, Gerakan Studi Hukum Kritis (Critical Legal Studies Movement) Artikel.
_____
*Achmad Nur Ivandi Zakariyah adalah Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.