SekitarJatim.com – Politik hukum merupakan bagian inti sari tentang hukum yang akan diberlakukan, hal ini dalam rangka mencapai tujuan Negara. Dalam doktrin akademik, politik hukum familiar dengan sebutan pilihan tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak diberlakukan, tentunya untuk mencapai tujuan negara. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Keberadaan politik hukum akan menentukan arah pembangunan hukum di Indonesia, sehingga apabila arah pembangunan hukum dijadikan sebagai dasar yang kuat atau kokoh, maka hukum akan memberikan sebuah perlindungan bagi kehidupan masyarakat. Juga adanya politik hukum disini, akan mengambil sebuah nilai yakni nilai manfaat, nilai keadilan, dan nilai kemaslahatan.
Politik hukum yang terjadi pada masa Orde Baru lebih menekankan pada strategi pertumbuhan ekonomi. Hal ini, diyakini dapat memperbaiki kehidupan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara, sebagaimana suatu negara berkembang.
Pada masa sekarang, supremasi hukum yang seharusnya berada di tingkatan yang paling tinggi sebagaimana suatu ciri negara hukum, tapi kenyataanya nihil hukum yang berlaku kembali sebagai hukum yang mati, karena hanya tertulis di dalam konstitusi dan peraturan substantif lainnya.
Politik hukum pada masa Orde Baru terjadi dikarenakan situasi dan kondisi struktur politik yang begitu cepat dan besar. Hal ini, berakibat perlunya suatu pembenahan sistem hukum yang ada, termasuk mengenai upaya yang akan ditempuh untuk mempersiapkan pemilihan umum dengan melakukan beberapa langkah yang sangat penting dalam negara demokrasi. Seperti, membentuk beberapa aturan perundang-undangan tentang Pemilihan Umum.
Adapun tahapan demokrasi yang dilakukan pasca Orde Baru yakni, amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat pada hasil Pemilu Tahun 1999, hal ini dilakukan dengan empat tahap selama 4 tahun, sebagai berikut :
1. Sidang Umum MPR tahun 1999, pada tanggal 14-21 Oktober 1999
2. Sidang Tahunan MPR tahun 2000, pada tanggal 7-18 Agustus 2000
3. Sidang Tahunan MPR tahun 2001, pada tanggal 1-9 November 2001
4. Sidang tahunan MPR tahun 2002, pada tanggal 1-11 Agustus 2002
Tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Adapun makna yang terkandung dalam “Kedaulatan berada ditangan rakyat” adalah penegasan bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis dalam menentukan pilihan terhadap calon pemimpin yang akan membentuk dan menjalankan sistem pemerintahan, serta mengurus segenap lapisan masyarakat.
Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan dengan melakukan pemilihan umum (PEMILU) yang merupakan bagian dari sarana kedaulatan rakyat untuk memilih seorang pemimpin melalui pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung.
Dalam hal ini, juga melakukan pemilihan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dinamika yang terjadi, bahwa perkembangan politik hukum Pemilu dari masa ke masa mengalami suatu pergeseran yang sangat signifikan. Pemilu dianggap sebagai wujud yang nyata dari wajah demokrasi serta wujud yang paling konkret dari partisipasi setiap warga negara yang ikut serta dalam penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh pemerintah.
Oleh sebab itu, sistem dan penyelenggaraan Pemilu selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem, dan kualitas. Sehingga penyelenggaraan Pemilu diharapkan benar-benar dapat mewujudkan pemerintahan yang demokratis.
_____
*Moh. Ainul Yaqin, Penulis buku ‘Hukum Dalam Dimensi Pancasila’.