Apakah Tuhan juga Berbahasa Arab Selayaknya Al-Qur’an?

  • Bagikan
Apakah Tuhan juga Berbahasa Arab Selayaknya Al-Qur’an?
Foto: Ar Rahman asmaul husna (pinterest/@pngtree)

SekitarJatim.com – Kalau Al-Qur’an adalah firman Allah, sementara itu berbahasa Arab, apakah ini berarti Allah juga berbahasa Arab? Pertanyaan ini muncul dalam diskusi Ushul Fiqh yang biasa saya lakukan di pondok sebelah. Ya, cukup nyeleneh dan menarik pertanyaan-pertanyaan yang muncul, salah satunya adalah ini.

Sangat masuk akal ketika ada yang bertanya demikian. Sebab secara runtutan logika, itu cukup logis dan saya rasa patut untuk dijadikan pertanyaan. Tapi Tuhan tetaplah Tuhan, selogis apapun pikiran kita, ketika itu masih bisa dijangkau oleh akal, maka sudah bukan Tuhan namanya. Namanya juga Tuhan, ya pasti harus melampaui seluruh batasan-batasan yang ada termasuk batasan-batasan pikiran dan logika manusia.

Jawaban dari pertanyaan tersebut bisa jadi iya bisa jadi tidak. Sebelum sampai di situ, biar saya dramatisir dulu pertanyaannya. Dalam sejumlah keterangan kitab klasik, Al-Qur’an secara lafadz maupun makna semuanya dari Allah (lafdzuhu wa ma’nahu min Allah). Nabi Muhammad hanyalah menyampaikan apa yang ia terima dari malaikat Jibril kepada umat Islam tanpa ada yang ditambahi sedikitpun. 

Karena lafaz dan maknanya dari Allah, sementara Al-Qur’an yang kita baca sejak dulu hingga sekarang berbahasa Arab, berarti Allah harusnya juga berbahasa Arab karena ia yang menurunkan Al-Qur’an secara lafadz dan makna kepada nabi, secara logika. Lebih daripada itu, yang paling kontradiktif adalah ketika dikaitkan dengan salah satu sifat wajib Tuhan yakni mukhalafatu li al hawadits atau berbeda dengan makhluknya.

Dalam konsep aqidah Asy‘ariyah, Tuhan mempunyai 20 sifat wajib yang harus dan pasti ada pada Allah yang salah satunya adalah mukhalafu li al hawadits. Tuhan atau Allah berbeda dari makhluknya dari semua sisi dan dimensi. Ketika makhluk terikat ruang dan waktu, Allah tidak. Ia bebas bahkan ialah yang menciptakan sekaligus mengendalikan ruang dan waktu. 

Begitupun dalam wujud dan perilakunya, Allah tidak akan sama dengan makhluknya termasuk pula dalam hal bahasa. Allah mempunyai sifat kalam atau berbicara, tapi kalam Allah tidak sama dengan kalam makhluk. Tapi mengapa Al-Qur’an yang merupakan kalam Allah berbahasa Arab sementara bahasa Arab adalah bahasa makhluk. Ini yang dipersoalkan oleh teman saya.

BACA JUGA:  Pro Kontra Pemimpin Gemoy 

Sebenarnya saya yakin pertanyaan ini sudah muncul jauh sebelum masa sekarang, tapi tetap menjadi menarik ketika itu didiskusikan. Baik, mari kita lanjutkan.

Saya akan mencoba mengutarakan hasil analisis saya. Bisa jadi ini benar bisa jadi salah. Kembali pada persoalan tadi. Apakah Tuhan berbahasa Arab karena itu bahasa Al-Qur’an yang merupakan kalamnya? Jawabannya bisa iya dan bisa tidak. Pertama, itu iya. Sebab Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk suatu umat, tentu harus menyesuaikan dengan siapa yang menjadi mukhotob atau lawan bicara yang dimaksud. 

Ketika dulu Islam turun di Arab, maka agar orang Arab mengerti dan paham maksud dari ajaran Islam, Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sebagai bahasa orang-orang di sana ketika itu. Tidak mungkin Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Inggris sementara lawan bicaranya adalah orang Arab. Jadi, agar pesan ajaran tersampaikan, maka ketika itu Tuhan “menampakkan” diri melalui pesan-pesan wahyunya dengan berbahasa Arab. Lantas bagaimana dengan sifat mukhalafatu li al hawadits?

Sebenarnya tidak bertentangan, makna mukhalafatu li al-hawadits bisa kita poles agar lebih bisa “berkompromi” dengan persoalan tadi. Pada intinya itu bermakna bahwa Tuhan berbeda dari makhluk dari seluruh aspeknya. Dalam hal bahasa, mukhalafatu li al-hawadits bisa kita pahami dengan dua cara. 

Pertama bahwa bahasa Tuhan tidak seperti bahasa makhluk. Hal ini, di sejumlah keterangan pun dikatakan bahwa Al-Qur’an di lauhul mahfudz adalah wujud yang bi la shautin wa harfin (tanpa suara dan tanpa huruf). Artinya, bahasa Tuhan tidak terikat dengan segala konsep suara dan huruf. Namun karena Al-Qur’an diturunkan pada makhluk yang terikat dengan konsep bahasa yang berupa suara dan huruf, maka itu disesuaikan dengan bahasa mereka. Sebab tidak mungkin bisa manusia memahami sesuatu yang berkonsep bi la shautin wa harfin.

Kemudian makna kedua kalaupun ada orang yang ngotot bilang bahwa dengan diturunkannya Al-Qur’an berbahasa Arab maka Allah juga berbahasa Arab, perlu diingat bahwa meskipun Allah “menampakkan” kalamnya dalam bentuk bahasa manusia, tapi Allah bisa menggunakan berbagai bentuk bahasa makhluk yang ada di seluruh penjuru dunia. Allah bisa berbahasa seluruh bahasa yang pernah ada di bumi di manapun dan pada masa apapun semua Allah menguasai. 

BACA JUGA:  Kaderisasi PMII Menggunakan Pendekatan TARL (Teaching At Right Level)

Bahkan bahasa selain manusia pun Allah menguasainya karena ia adalah pencipta segalanya termasuk pula bahasa. Jadi, meskipun Allah “menampakkan” kalamnya dalam bahasa makhluk, namun kemampuan berbahasanya tentu tidak bisa diadu dengan kemampuan berbahasa makhluk ciptaannya. Mungkin ada orang yang bisa berbicara banyak bahasa, namun itu tidak seberapa dan masih jauh dari kekuasaan Allah yang bisa berbahasa dengan segala macam bentuk bahasa.

Ketika Al-Qur’an berbahasa Arab, bukan berarti Allah hanya berbahasa Arab saja. Sama halnya seperti ketika ada orang asing yang datang ke Indonesia dan berbicara menggunakan bahasa Indonesia, apakah ia hanya berbahasa Indonesia saja? Tentu tidak, ia menguasai bahasa Indonesia dan bahasa asal negaranya. Apalagi Allah yang maha pencipta dan asal muasal segala bahasa, maka segala bentuk bahasa tentu bisa wujudkan sesuai dengan siapa yang menjadi lawan bicaranya. 

Ketika nabi selain nabi Muhammad menerima wahyu yang berupa kitab atau mushaf, maka tentu kalam Allah berwujud sesuai dengan apa bahasa yang digunakan nabi tersebut. Mulai dari Taurat, Zabur, Injil, sampai Al-Qur’an, kitab-kitab itu menggunakan bahasa yang berbeda-beda dan semuanya dari Allah.

Jadi pada intinya, Allah tidak lantas terbatasi hanya karena Al-Qur’an berbahasa Arab. Allah tetap bersifat mukhalafatu li al-hawadits, begitu pula ia bersifat qudrah dan qadiran atau berkuasa dan maha kuasa. Allah terbebas dari segala bentuk pembatasan mau itu kewarganegaraan, penggunaan bahasa, dan lainnya. Allah pun berkuasa untuk melakukan apapun sebab ia adalah pencipta segalanya. 

Segala bahasa Allah yang menciptakannya dan tentu semuanya Allah kuasai. Lebih daripada itu, digunakannya bahasa makhluk dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah merupakan wujud dari sifat rahmatnya agar manusia dapat mengerti ajaran yang diturunkan Allah melalui para nabinya. Wallahu ‘a’lam.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *