SekitarJatim.com – Di hari ketiga saya diskusi ushul fiqh bersama para santri pondok sebelah, kami memasuki pembahasan bab dalil syari’at yang pertama, yaitu Al-Qur’an. Banyak hal yang kami bahas namun pada intinya semua orang Islam pasti satu suara soal Al-Qur’an, bahwa itu kitab suci, wahyu, dan wajib diikuti oleh seluruh umat sebagai pedoman dalam kehidupannya. Meski begitu, ada satu materi yang memunculkan banyak ide menarik dalam otak saya dan para musyawirin ketika itu.
Materi itu adalah i’jaz Al-Qur’an atau kemukjizatan Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah mukjizat paling agung yang diberikan Allah kepada nabi Muhammad. Dalam keterangan tentang hal tersebut, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan i’jaz adalah menisbatkan kelemahan dan ketidakmampuan kepada pihak lain karena tidak bisa mendatangkan sesuatu yang semisal Al-Qur’an. Yang dimaksud dengan pihak lain di sini ialah orang-orang yang menentang Al-Qur’an atau tidak mengakui Al-Qur’an sebagai mukjizat nabi.
Digambarkan dalam sejumlah ayat bahwa tidak ada satu orang kafir pun yang bisa menghadirkan sekedar satu surat pendek yang bisa menandingi uslub dan gaya bahasa Al-Qur’an. Bahkan di ayat lain Al-Qur’an mengatakan bahwa kalau saja seluruh manusia dan jin di muka bumi bersatu, maka mereka tidak akan bisa menghadirkan suatu karya yang bisa menandingi Al-Qur’an. Alasan inilah yang menjadikan Al-Qur’an patut dan wajib diikuti karena itu datangnya langsung dari Tuhan.
Tidak adanya satu orang pun yang bisa menandingi sebagian kecil atau bahkan seluruh manusia di dunia bersatu membuat karya tandingan semisal Al-Qur’an menjadi alasan atas bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat paling agung dari nabi Muhammad. Bagi orang Islam, nabi Muhammad adalah tuan atau raja dari pada nabi. Bisa disimpulkan bahwa Al-Qur’an adalah paling agungnya mukjizat dari seluruh mu’jizat agung yang pernah diberikan kepada pada nabi sebab Al-Qur’an adalah mukjizat paling agungnya nabi yang paling agung.
Sebagaimana yang banyak diketahui, mukjizat kerap dikaitkan dengan suatu kejadian yang luar biasa dan di luar nalar atau kejadian supranatural yang dilakukan oleh para nabi. Seperti contoh mukjizat nabi musa yang bisa membelah laut, nabi isa yang bisa menghidupkan burung, nabi sulaiman yang bisa berbicara dengan bangsa hewan dan jin, serta mukjizat-mukjizat lainnya.
Sampai di sini, muncul satu ide menarik tentang Al-Qur’an. Idenya adalah: Al-Qur’an sebagai mukjizat paling agung di antara seluruh mukjizat yang ada ternyata bukan berbentuk kejadian atau kekuatan supranatural seperti mukjizat-mukjizat pada umumnya, melainkan berbentuk karya. Ya, berbentuk seperti buku atau suatu karangan yang tersusun dari sejumlah kalimat.
Sekilas, apa yang kira-kira dimaksudkan Tuhan menjadikan mukjizat paling agungnya nabi paling agung ini berupa karya atau karangan? Kenapa tidak kemampuan seperti membelah bulan atau membelah gunung yang dijadikan mukjizat paling agung? Baik, mari coba menebak apa maksud Tuhan di balik ini.
Bila dipikir-pikir, yang sangat mungkin untuk disimulasikan atau ditiru dari seluruh mukjizat yang pernah ada adalah Al-Qur’an. Tidak mungkin ada manusia yang bisa meniru nabi Musa membelah lautan, tidak mungkin ada manusia yang lahir tanpa ayah seperti nabi Isa. Tidak mungkin ada manusia yang bisa berbicara dengan bangsa hewan dan jin seperti nabi Sulaiman.
Al-Qur’an itu adalah karya, dan manusia tentu mempunyai kemampuan untuk merangkai kata dan kalimat sehingga menjadi karya. Nah, disinilah titik gokilnya. Al-Qur’an yang sudah secara wujud adalah karya, di mana secara akal manusia juga bisa melahirkan karya, tapi kenapa tidak ada yang karyanya bisa menandingi Al-Qur’an? Gokil kan!
Secara wujud Al-Qur’an memberi kesempatan manusia untuk menirunya, bahkan memang ditantang. Namun yang terjadi adalah tidak ada penantang yang berhasil menyelesaikan tantangan. Mungkin begitu maksud Tuhan kenapa mukjizat paling agung itu berupa karya, bukan kemampuan atau kejadian spiritual. Sudah diberi kesempatan saja manusia belum bisa menandingi, apalagi tidak diberi kesempatan.
Terlebih, dengan wujud Al-Qur’an yang berupa karya tersebut, ia menjadi satu-satunya mukjizat yang tetap eksis dan berperan sentral dalam kehidupan manusia, bahkan hal itu dijamin hingga hari kiamat. Walaupun ada juga mukjizat yang hingga kini masih eksis seperti Ka’bah, namun keberadaannya di tengah umat Islam tetap tidak terlepas dari perintah Al-Qur’an untuk melaksanakan ibadah di sana.
Sementara mukjizat lainnya yang berupa kekuatan atau kejadian luar biasa, ketika nabi yang diberikan mukjizat meninggal, maka mukjizat itu juga ikut terkubur dan tidak lagi eksis setelah sepeninggal nabi yang diberi mukjizat. Berbeda dengan Al-Qur’an, meskipun nabi Muhammad telah meninggal namun Al-Qur’an senantiasa tetap menjadi mukjizat agung yang diikuti oleh seluruh umat Islam dan menjadi rujukan atas segala macam persoalan yang ada di dunia kapanpun dan dimanapun itu Al-Qur’an tetap eksis dalam kehidupan manusia. Wallahua’lam.