Ekonom Senior Kwik Kian Gie Meninggal Dunia, Didik Rachbini: Kita Kehilangan Sosok Intelektual Tajam

  • Bagikan
Ekonom Senior Kwik Kian Gie Meninggal Dunia, Didik Rachbini: Kita Kehilangan Sosok Intelektual Tajam

JAKARTA, sekitarjatim.com Bangsa Indonesia kehilangan salah satu tokoh ekonomi dan intelektual terkemuka. Kwik Kian Gie, ekonom senior sekaligus mantan menteri era reformasi, dikabarkan meninggal dunia pada Selasa (29/7/2025).

Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini turut menyampaikan belasungkawa mendalam atas wafatnya Kwik. Menurutnya, almarhum adalah sosok intelektual independen yang berani bersuara lantang demi kepentingan rakyat dan kedaulatan ekonomi nasional.

“Kita kehilangan tokoh besar dan ekonom yang perannya sangat penting dalam memberikan koreksi terhadap kebijakan ekonomi nasional,” kata Didik saat dikonfirmasi, Selasa siang.

Didik menilai kiprah Kwik sebagai ekonom sangat menonjol sejak era 1980-an, masa ketika belum banyak kaum intelektual yang berani menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Latar belakang pendidikan Kwik yang mumpuni, lulusan Nederlandse Economische Hogeschool, kini Erasmus University Rotterdam menjadi fondasi kuat dalam membentuk karakter pemikirannya yang tajam dan kritis.

“Sejak 1980-an, beliau sudah dikenal luas karena analisis ekonominya yang tajam di media massa. Kritik-kritiknya sangat diperhitungkan dan memengaruhi opini publik,” ujar Didik.

Pada dekade 1990-an, meski banyak ekonom dan cendekiawan bergabung dengan pemerintahan Orde Baru, Kwik tetap memilih jalur independen. Ia aktif mengisi peran kontrol sosial lewat opini publik sebagai bagian dari kelompok ekonomi independen yang dikenal sebagai “Kelompok Ekonomi 30”.

BACA JUGA:  IKASUMI Bantah Isu Pungutan Liar di PP Mambaul Ulum Sumber Nomi

“Kwik tetap konsisten berada di luar lingkar kekuasaan, menjalankan fungsi checks and balances secara informal. Ia bergabung bersama tokoh-tokoh seperti Sjahrir, Rizal Ramli, Dorodjatun, Hendra Esmara, Nuriman Hasibuan, Rijanto, dan saya sendiri dalam memberikan kritik-kritik tajam lewat media,” ungkap Didik.

Didik juga mengenang Kwik sebagai figur publik yang tidak hanya kritis di masa Orde Baru, tetapi tetap lantang bersuara hingga masa Reformasi. Keberanian Kwik, menurutnya, menjadi teladan langka bagi generasi intelektual saat ini.

“Beliau adalah satu dari sedikit tokoh publik yang tetap bersikap kritis terhadap kekuasaan, bahkan ketika banyak orang memilih diam,” ucapnya.

Kwik sempat menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (1999–2000) dan kemudian menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di era Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2001.

Meski telah lama meninggalkan panggung pemerintahan, gagasan-gagasan Kwik dinilai tetap relevan, khususnya terkait pentingnya menjaga kedaulatan ekonomi dan kewaspadaan terhadap ketergantungan pada utang luar negeri.

BACA JUGA:  Perkuat Keimanan di Bulan Ramadan, Kalapas Narkotika Pamekasan Pimpin Salat Tarawih dan Tadarus Bersama Warga Binaan

“Pemikirannya soal pentingnya tidak bergantung pada IMF dan utang luar negeri sangat kontekstual hingga sekarang. Ia selalu mengingatkan bahaya subordinasi ekonomi oleh kekuatan asing,” kata Didik.

Tak hanya itu, Kwik juga dikenal keras dalam mengkritik dominasi oligarki dan praktik konglomerasi yang merugikan rakyat. Ia menyoroti bagaimana sejumlah konglomerat besar justru bertumpu pada lisensi negara tetapi gagal memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

“Kwik bahkan pernah mengingatkan bahwa BUMN adalah setengah dari kekuatan ekonomi bangsa, dan harus dijaga sebagai instrumen strategis negara,” kata Didik.

Didik juga menyinggung proyek BUMN seperti Danantara yang menurutnya tidak boleh gagal, karena sesuai dengan prinsip-prinsip yang selama ini diperjuangkan oleh Kwik.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak keluarga terkait waktu dan tempat pemakaman Kwik Kian Gie. Namun duka atas kepergian sosok ekonom visioner itu telah menyelimuti dunia akademik dan politik Indonesia.(*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *